Sabtu, 19 Agustus 2017

Zombie (Bagian 1)

THE ZOMBIE’S STORY

Ada yang pernah lihat film tentang zombie atau ya semacam orang mati yang masih terus berjalan kemana saja tidak tau arah dan tujuan. Pasti gua yakin semua sudah pernah lihat film seperti itu. Biasanya sih itu pasti film buatan Amerika dan lain semacamnya garapan orang- orang hollywood sana. Mereka selalu menampilkan cerita tentang zombie yang berasal dari orang- orang yang mati karena virus ganas, peristiwa penyerangan zombie, zombie karena kutukan dan lain- lain. Anehnya, mereka selalu menampilkan sesuatu yang buruk tentang zombie. Zombie selalu dimainkan sebagai mayat yang jelek, berantakan, muka pucat, mata sayu, berjalan sempoyongan dan yang paling buruk adalah punya selera makan yang menjijikkan sekali. Ya, zombie memakan manusia dan yang paling disuka dari manusia adalah bagian otaknya. Ketika para zombie ini kehabisan stok manusia disekitarnya, maka mereka akan memakan teman sesama zombie yang lebih lemah.
Sebelum gua melanjutkan cerita tentang zombie ini, gua harus memperkenalkan diri gua dulu nih kayaknya. Nama gua Zo, Zo dari Zombie. gua mati sekitar lima tahun lalu bersama orang- orang di kota gua. Waktu itu umur gua sekitar 25 tahun. Mungkin ada semacam virus apa gituh ya yang tersebar di kota gua lalu dalam waktu satu hari kota gua berubah jadi kota orang mati, kota zombie.
Semua keluarga dan orang – orang terdekat gua mati dengan mengenaskan dan kemudian hidup lagi sebagai zombie, termasuk gua. kalau gua coba ingat- ingat lagi kematian gua sepertinya yang paling memalukan. Bisa dibilang gua orang terakhir yang selamat dari kota gua. karena Cuma tinggal gua sendirian hidup diantara para zombie kelaparan yang siap memangsa gua kapan saja dan dimana saja. Gua Cuma punya dua pilihan, bertahan hidup mati- matian dari para zombie sampai mati beneran seperti adegan film ‘I’am Legend’ yang diperankan oleh Will Smith yang pernah gua tonton waktu gua masih jadi manusia, atau gua ikut trend mode masa kini, gua ikut jadi zombie juga. Akhirnya gua mengambil keputusan daripada gua cape bertahan hidup dan selalu dilanda ketakutan diincar oleh zombie- zombie disekitar gua, mendingan gua jadi zombie juga. Gua pun mendatangi salah satu zombie yang sedang berjalan gontai di gang sepi dan mendekatinya dengan perlahan. Gua tangkap dan gua ikat zombie ini dengan tali dan gua kasih tangan gua ke si zombie tawanan gua ini untuk digigit. Tentu saja si zombie ini sangat bernafsu sekali melihat tangan gua dan segera menggigitnya sekuat tenaga. Tapi begitu gigitan pertama terjadi gua langsung tarik tangan gua dari si zombie dan tinggal menunggu reaksinya. Sakitnya terasa sampai ke tulang. Sakit satu kali untuk ketentraman seumur zombie, itu yang ada dalam pikiran gua saat itu. Satu jam kemudian, gua sah menjadi salah satu dari mereka. Gua sah jadi zombie.  
Begitulah yang terjadi, gua jadi zombie dan tidak perlu repot lagi untuk bersembunyi dari para zombi lain. Gua pikir, gak ada jeleknya juga sih jadi zombie. Kami para zombie adalah makhluk yang sangat penyabar. Berjalan santai setiap saat. Tidak pernah marah walau terkadang kami saling bertabrakan saat berjalan. Yah... walaupun ada jeleknya juga sih.
Saat pertama kali gua berubah jadi zombie, gua langsung tidak bisa mengeluarkan kata- kata. Suara yang bisa gua keluarkan saat itu Cuma erangan. ERRRRRR... ERRRRRRR... kayak begitu lah kira- kira. Waktu masih hidup, gua sangat suka bernyanyi. Karaokean bersama teman- teman gua. Sekarang yang bisa gua lakukan Cuma mengerang dan mengerang tanpa nada.
Yups... kehidupan baru gua dimulai sebagai zombie pendatang baru. Langkah awal yang gua lakukan adalah berkeliling kota melihat keadaan sekitar, ya mungkin berkenalaan dengan para zombie yang lain.
Baru kali ini gua berjalan seharian dan tidak merasa haus atau lelah. Tapi gua sedikit kecewa juga sih dihari pertama gua jadi zombie. Para zombie ini tidak bersahabat dan tidak memiliki tata krama. Gua bertemu dengan gadis zombie kecil yang sedang berjalan gontai membawa boneka usangnya. Kalau gua masih jadi manusia, mungkin gua bakal ketakutan karena memang keadaan si gadis kecil ini sungguh menyeramkan. Tapi untuk posisi gua yang sekarang sudah menjadi bagian dari mereka, gua cukup santai berjalan gontai juga didepannya sambil menyapa kecil.
“EERRRR... ERRRRR...?” kata gua begitu kira- kira yang maksudnya adalah ‘hai dek. Mau kemana’.
Si gadis zombie kecil ini menatap gua dengan tatapan matanya yang kosong kemudian berlalu begitu saja. Gua pikir ini zombie kecil waktu masih hidupnya kurang bahagia, jadi begitu sudah jadi zombie dia jadi zombie yang sinis abbbiiiisssss.
Gua berjalan lagi masih dengan gontai menyusuri kota gua yang sudah mati ini. Gua liat diujung jalan seorang ibu muda dengan pakaian berwarna merah jambu berjalan gontai. Kalau tadi si bocah zombie mungkin tidak bersikap baik, gua rasa kalau zombie yang cukup dewasa dapat bersikap lebih sopan dan bijaksana. Gua mencoba menyapa si ibu zombie yang terlihat cantik ini.
“ERRRR.... ERRRR... EERRRR...” kata gua begitu. Artinya ‘ibu cantik... apa kabar?’.
Zombie cantik ini sesaat terlihat tersenyum sama gua. tapi kemudian tatapan matanya berubah menjadi menyeramkan dan zombie cantik ini mengerang keras.
“EEEERRRRRRRRRRRRRRRRRR” kata ibu zombie itu. Gua sih kaga tau artinya apa. Mungkin itu bahasa zombie yang belum gua pelajari atau bahasa lain. Tapi yang pasti gua pahami adalah si ibu zombie ini terlihat sangat marah. Mungkin dia merasa terganggu dengan kehadiran gua atau dia pikir gua adalah zombie yang kepo. Mau tau aja urusan orang... eh salah.. mau tau aja urusan zombie.
Setelah beberapa zombie yang gua temui dan gua sapa melakukan hal yang kurang lebih sama, memasang ekspresi muka marah dan garang, gua ambil keputusan bahwa semua zombie seperti ini. Rasa kemanusiaannya sudah hilang. Gua jadi khawatir. Jangan- jangan setelah beberapa hari atau beberapa minggu kemudian gua akan menjadi seperti mereka. Oh.... tidak. Tapi ini jalan yang gua pilih. Jadi gua harus tanggung resikonya.
Hari- hari pertama gua jadi zombie gua lalui dengan penuh kegalauan. Ternyata bukan Cuma manusia aja yang bisa galau, zombie baru seperti gua pun bisa galau juga. Kerjaan gua setiap hari sebagai zombie pendatang baru Cuma duduk- duduk sendirian dipinggir jalan. Kadang juga tiduran di tengah jalan, kadang gua berjalan gontai tanpa tujuan seperti orang sedang stres mikirin hutang sementara zombie yang lain melakukan aktifitas mereka sehari- hari. Ya... kagak jauh beda sih sama gua, Cuma mereka terkesan lebih menjiwai peran mereka sebagai zombie. The real zombie.
Gua kayaknya menyesal sudah mengambil keputusan untuk menjadi bagian dari keluarga besar zombie. Coba mungkin waktu itu gua gak kasih tangan gua untuk digigit oleh zombie yang gua tangkap, mungkin sekarang ini gua sedang melakukan aksi- aksi heroik yang cukup keren. Mungkin sekarang gua sedang mencari makan di super market yang sudah tidak berpengunjung. Begitu gua serius mencari makanan tiba- tiba ada zombie datang ingin memangsa gua. gua melakukan perlawanan dengan menembaki mereka dengan pistol yang gua ambil dari penyimpanan kantor polisi terdekat. Gua tembak para zombie itu tepat dikepalanya, tapi para zombie terus berdatangan dari berbagai arah dan akhirnya gua mati juga.
 Sama aja sih... gua gak cukup tangguh untuk bertahan di tengah lingkungan zombie ini. sambil berjalan gontai gua berpikir lagi, mungkin memang inilah yang harus gua jalani. Hidup sebagai manusia, Mati sebagai zombie.
Kota gua yang sekarang sudah 100% dihuni oleh para zombie ini menjadi kota yang tidak akan pernah dikunjungi oleh mereka para manusia yang masih hidup di kota- kota lain. Manusia yang masih hidup di kota lain membangun tembok yang sangat tinggi dan besar serta dijaga sangat ketat oleh pasukan bersenjata agar tidak ada satupun dari kami para zombie dapat masuk ke dalamnya. Sudah banyak korban dari para zombie yang kelaparan dan nekat ingin menerobos tembok penghalang untuk mencari makanan. Mereka semua akan berakhir sama, mati lagi dalam keadaan lebih mengenaskan dengan kepala yang hancur berantakan.
Mau tidak mau, walaupun banyak para pendahulu dari para zombie yang gagal masuk ke dalam kota para manusia dan berakhir dengan tragis, setiap hari ada saja zombie yang sudah tidak kuat untuk menahan rasa laparnya dan nekat mencoba menerobos tembok. Setiap hari pemandangan ini bisa gua lihat dari kejauhan. Zombie- zombie kelaparan yang pecah batok kepalanya dihantam peluru panas.
Terkadang para zombie juga berlaku kreatif. Mereka mengadakan pertunjukan di depan tembok untuk menarik perhatian manusia sehingga datang berduyun- duyun melihat mereka. Ada kalanya mereka mempertunjukkan kreasi breakdance dengan musik punk rock. Ada kalanya untuk para zombie wanita beraksi dengan pertunjukan jaipongan atau organ tunggal. Dan mereka pun terkadang berhasil menarik mangsa manusia yang penasaran.
Untuk zombie pendatang baru seperti gua, rasa lapar adalah hal yang paling sulit untuk ditahan. Gua juga pernah mencoba untuk menerobos tembok pembatas. Tapi baru sekitar 5 langkah gontai gua berjalan mendekati tembok. Peluru panas berdesing dan menembus dada kanan gua. untung yang menembak gua sepertinya bukan orang yang jago tembak sehingga tembakannya meleset dari kepala. Mungkin kalau tembakan itu tepat, maka gua akan mati untuk yang kedua kalinya.
Begitu tembakan pertama bersarang di dada gua, gua yang bisa dibilang temasuk zombie pengecut langsung mengundurkan diri dari area tembok pembatas. Gua pikir, masa baru beberapa hari jadi zombie gua udah harus mati lagi. Gak lucu kan....
Empat hari jadi zombie dan gua sudah harus menderita. Rasa lapar menyerang dengan begitu dahsyat. Gua coba datang ke salah satu toko roti yang sepi. Gua lihat di lemari kaca toko roti itu masih banyak roti yang terlihat sangat lezat. Setidaknya waktu gua masih jadi manusia. Tapi saat itu, gua rasa roti yang lezat itu sudah tidak memiliki daya tarik lagi buat gua. karena lapar yang sangat menyiksa, akhirnya gua masuk juga ke dalam toko roti, gua lihat ada beberpa zombie juga disana yang sedang duduk di kursi pengunjung. Dari pakaian para zombie ini rasanya para zombie ini dulunya sewaktu masih jadi manusia adalah para penjaga toko, bekas pengunjung dan tentunya juga yang punya toko.
Gua masuk dan menyapa mereka.
“ARRRR... ERRRR... AAAARRRRRR” kata gua begitulah kira- kira. Sambil menggoleng- golengkan kepala gua yang agak sedikit tertunduk ke arah roti di lemari kaca.  Artinya ‘selamat siang. Boleh minta roti gak?’.
Para zombie penjaga toko ini diam saja dan hanya berjalan gontai di dekat gua, mendekati gua dan mengendus- endus gua. gua juga ikutan dengan naluri zombi, gua endus- endus juga mereka satu persatu. Lalu salah satu zombie berkata pada gua.
“ERRR... ERRR...” kata zombie itu yang artinya. ‘ambil aja kalau mau’. Haha... ngerti juga gua apa yang mereka bilang. Gua mendekat ke lemari kaca yang berisi banyak roti yang sudah basi mungkin. Kaca gua buka... eh bukan... manusiawi banget kalau sampai gua buka lemari kaca. Maksud gua kaca itu gua pecahkan dengan hantaman tangan zombie gua dan isinya gua ambil. Roti- roti itu kemudian gua makan satu persatu. Setelah mungkin 15 roti gua habiskan dalam sekejap, tapi rasa lapar masih belum juga hilang. Makanan manusia sudah tidak berpengaruh buat gua. sepertinya gua juga harus makan ala zombie.
Para zombie penjaga toko yang dari tadi melihat tingkah laku gua berjalan gontai mendekati gua dan berkata.
“ERRR...ARRRR...EERRRR...” begitulah katanya yang artinya. ‘bagaimana...? udah kenyang’. Gua Cuma bisa menundukkan kepala dan membalas erangan penuh arti si zombie ini dengan gelengan kepala. Kemudian gua keluar dari toko roti itu masih dengan rasa lapar yang menyerang. Gua harus cari makanan ala zombie atau gua harus makan zombie juga. Begitulah yang gua pikirkan saat itu.
............................................................................
Buat kami para zombie, makan adalah hal yang paling sulit mungkin. Gua baru sadar setelah jadi zombie bahwa menjadi salah satu bagian dari mereka adalah sebuah bencana. Sungguh kasihan para zombie ini. kami tidak bisa makan makanan manusia lagi, kami tidak bisa tidur, kami tidak bisa berpikir jernih dan kami juga tidak punya teman. Hanya sendirian berjalan gontai kesana kemari. Kami tidak melakukan kegiatan apapun selain berjalan gontai keliling kota untuk sekedar mencari makanan. Mungkin saja ada manusia yang iseng mengunjungi kota kami dan akan menjadi santapan kami.
Itulah setidaknya yang kami harapkan. Biasanya sih ada saja manusia yang sok dengan dalil membersihkan kota dari para zombie yang datang ke kota kami untuk membasmi kami satu persatu. Manusia ini datang membentuk satuan dan membawa berbagai macam senjata api. Mungkin ini terlihat seperti sebuah pembantaian untuk kami, tapi inilah satu kesempatan besar bagi kami para zombie untuk mendapatkan makanan lezat. Tubuh manusia yang masih segar.
Serangan pertama dari para manusia ini datang dengan pasukan kecil berjumlah 20 orang bersenjata lengkap. Gua yang waktu itu masih sebagai anggota zombie baru berada di barisan belakang penyerangan. Begitu para manusia ini memasuki kota, kami para zombie segera keluar dari tempat persembunyian kami dan menyerang para manusia ini dengan tangan kosong. Suara tembakan berderu dimana- mana. Kami para zombie kebal terhadap tembakan selama peluru panas itu tidak mengenai batok kepala kami. Jadi kami tidak peduli dengan peluru panas yang berlalu lalang melewati dan menembus dada, tangan, perut, bahkan kaki kami. Kami semua para zombie lapar terus merangsek maju ke depan makanan segar yang kami dambakan. Ya... akhirnya walaupun banyak korban yang kurang beruntung dari pihak kami yang harus mati untuk kedua kalinya dengan kepala hancur, tapi kami berhasil memenangkan pertarungan dan mendapat makanan lezat. The Human Body.
Itulah cerita singkat tentang kehidupan baru gua sebagai zombie. yang awalnya gua jalani dengan kegalauan dan penyesalan tapi sekarang setelah 5 tahun gua jadi zombie, gua udah merasa jadi zombie sejati. inilah kisah yang harus gua jalani. Jadi zombie sejati yang tidak cengeng dan tidak selalu mengeluh. Jadi zombie ya dijalani aja kan. Apa susahnya.
..............................................................................
Hari ini seperti biasa gua berjalan gontai mengelilingi kota. Mungkin sudah ribuan kali gua melakukan kegiatan seperti ini setiap hari selama kurang lebih lima tahun belakangan ini. di tengah jalan gua bertemu dengan si gadis kecil yang dulu pernah gua temui sedang membawa boneka. Terlihat si gadis ini sudah semakin pucat, bukan Cuma wajahnya, boneka yang selalu dibawanya pun rasanya sudah sangat usang bercampur noda darah yang sudah menghitam.
Gua mencoba untuk menyapa si gadis zombie kecil ini.
“ERRRRR.... ERRR...” kata gua yang artinya ‘apa kabar hari ini de?’.
Si gadis kecil diam sejenak mengeram kecil dan tidak disangka mulai menjawab.
“ARRR.... ARRR...” begitu kata si gadis zombi ini artinya “baik- baik aja om seperti biasa’.
Ah... senang banget gua akhirnya ada juga orang eh maaf ada juga zombie yang mau diajak bicara walaupun Cuma ERRRRR... ERRRR  doank.
Karena si gadis kecil ini mulai mau menjawab sapaan gua. akhirnya gua lanjutin lagi berbincang bincang dengan si gadis zombie.
“ERRRR.....ERRRRRR....” artinya ‘mau kemana dek?”
“ARRRR....ARRRR.... ARRRR” si gadis zombi menjawab lagi. Artinya ‘jalan- jalan aja om dari pada bengong kayak mereka’. Si gadis zombi kecil ini mengerang sambil menunjuk barisan zombie yang sedang melongo, bengong tanpa ekspresi di pinggiran jalan kota.
“AAARRRR... ERRRRRR...” gua bertanya lagi sama si gadis zombie. artinya ‘mau om temenin gak jalan- jalannya?’.
“ERRR...” jawab si gadis singkat. Yang artinya ‘boleh om’. Si gadis segera berjalan gontai. Gua menyusul di samping si gadis juga dengan gontai. Sesekali gua mengeluarkan sedikit erangan – erangan kecil untuk menarik si gadis memulai pembicaraan. Tapi si zombie kecil ini Cuma diam saja dengan mata yang kosong. Kami berdua saat itu seperti sepasang saudara adik dan kakak zombie. mungkin ini pertama kalinya kami sesama zombie saling berinteraksi dan berjalan beriringan. Zombie lain yang sedang melongo di pinggiran jalan pun terlihat heran dengan kami yang berjalan bergandengan tangan di siang yang cerah itu.
Sampai di depan sebuah komplek perumahan di rumah nomor 32 si gadis zombie ini berhenti dan berkata sambil menunjuk ke arah rumah.
“EEERRRRRR.... EERRRRRRR...” kata si zombie kecil. Artinya ‘ ini rumah saya om’. Kemudian zombie kecil ini berjalan di pekarangan rumah, menabrak tempat sampah dan mendobrak pintu rumah. Gua Cuma ngikutin si gadis di belakang sambil mengamati gerak- gerik si gadis. Dalam pikiran gua berkata. Si gadis zombie kecil ini pasti jadi zombie dengan mengenaskan dan penuh rasa takut. Sehingga tatapan matanya dan sikapnya sebagai zombie kecil yang dibilang cukup manis ini terlihat sangat sinis dan kejam.
Gua dan si gadis memasuki rumah dan gua melihat pemandangan yang sangat menyeramkan. Itu kalau menurut pandangan manusia. Tapi kalau menurut pandangan zombie. pemandangan seperti ini adalah pemandangan yang sangat wajar. Yang gua lihat saat itu adalah tumpukan mayat yang sudah membusuk yang dagingnya sudah digerogoti sampe hampir habis. Gua mendekati tumpukan mayat itu dan bertanya pada si gadis zombie.
“EERRRRR.... EEERRRR....” artinya ‘mayat siapa ini?’.
“AAARRRGGGG.... EERRRR...” si gadis zombie menjawab artinya ‘mayat keluarga saya om’.
“EERRRRR.... ARRRR... ARRRR.... AARRR” kata si gadis lagi. Artinya ‘mereka dimakan sampai habis om sama zombie yang lain’.
Sungguh kasihan sekali zombie kecil ini. sudah jadi zombie, juga harus hidup sebagai zombie sebatang kara. Malang sekali nasibmu zombie kecil.
Gua pergi meninggalkan zombie kecil itu yang sudah pulang ke rumahnya. Gua berjalan- jalan disekitar area perumahan itu. Rasanya sepi dan damai sekali. Tidak ada seorangpun disana dan bahkan tidak ada zombie sama sekali. Area ini sudah sangat sepi. Manusia sudah tidak ada lagi dan para zombie lebih memilih untuk menetap dan tinggal di pinggiran tembok pembatas untuk menunggu mangsa manusia yang sering datang untuk sekedar melakukan penelitian atau penyerangan.
Gua berjalan gontai menelusuri area perumahan. Ternyata masih banyak sisa- sisa bangkai manusia disini yang sudah membusuk, bahkan ada yang hanya tersisa tinggal tulang. Berjalan- jalan di area perumahan yang dahulu merupakan perumahan modern dan mahal ini adalah merupakan pengalaman yang mengasikkan. Sekali- kali sebagai zombie juga harus cuci mata.
Ketika sedang berjalan gontai sambil mengerang- erang kecil. Maksud gua sih bernyanyi. Tapi karena bernyanyi merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan bagi zombie- zombie seperti kami, maka hasilnya yang keluar dari mulut gua adalah hanya sebuah erangan.
“arrrrr.... ararrrrrr.... arrrrrrr... aarrgggggg....” maksud gua sih mau bernyanyi ‘hari- hari ku lewati. Hanya sendiri tanpa kekasih...’. Tapi karena gua seorang zombie. ya begitulah hasilnya.
Ketika sedang berjalan gontai dan santai sambil bernyanyi- nyanyi. Tiba- tiba langkah gontai gua terhenti. Hidung zombie gua mencium bau yang tidak asing. Bau makanan yang sangat lezat. Bau manusia. Bagaimana mungkin masih ada manusia di sekitar sini. Naluri zombie gua pun mencoba untuk menyelidiki dari mana asalnya bau manusia ini.
Gua menelusuri lorong kecil di pinggiran area perumahan. Bau manusia semakin kuat tercium. Bau daging segar dan harum. Sepertinya jika memang ada manusia sungguhan maka bau ini adalah bau daging seorang gadis.
“ARRRRR.... ARRRR...” gua mengeram dan segera mempercepat langkah gontai gua begitu bau ini tercium semakin kuat.
Akhirnya gua sampai di depan sebuah rumah yang terlihat sangat usang. Rumah yang terlihat dibentengi oleh deretan mobil bekas dan rantai serta potongan- potongan besi. Dari suasana rumah sepertinya memang rumah ini dihuni oleh seseorang. Seorang manusia.
Bisa dibilang cukup hebat bagi seorang manusia dapat bertahan di kota zombie selama lima tahun lebih. Apalagi kalau sampai penciuman gua benar dan ternyata manusia ini adalah seorang wanita. Mungkin ini seorang wanita perkasa. Dan kalau sampai itu benar- benar terjadi, maka gua akan sangat menyesal sekali waktu lima tahun lalu gua memutuskan untuk menjadi bagian dari keluarga zombie. Kalau saat ini gua masih seorang manusia dan menemukan teman sesama manusia di kota ini. pasti gua sangat senang sekali. Gua bisa berubah jadi sosok pahlawan yang mencoba menyelamatkan si gadis dan akhirnya si gadis akan jatuh cinta sama gua seperti di film- film.
Gua mengawasi rumah itu dengan teliti. Mencari jalan masuk yang mungkin gua temukan untuk sekedar mencari tau kondisi di dalam rumah. Setelah berkeliling di luar rumah itu akhirnya gua menemukan jalan masuk yang bisa gua terobos. Di samping rumah ada pintu masuk yang dibatasi oleh senk tipis. Bisa dengan mudah gua terobos dengan kekuatan zombie gua.
GUBRAAKKKKKKKKKKKKKKKKKK
Pintu senk itu hancur berantakan. Gua masuk dengan langkah gontai dan wajah beringas. Sesekali gua mengerang dengan halus. Zo, apa yang kamu lakukan disini. Begitu pikir gua. gua pikir mungkin penciuman  gua salah. Mana mungkin ada manusia di tempat seperti ini. tapi begitu gua masuk ke dalam rumah dan menelusuri asal dari bau yang gua cium dari luar. Akhirnya gua menemukan seorang gadis yang sedang terbaring di atas kasur. Muka pucat hampir seperti mayat, mata sayu, tubuhnya lemas. Gua hampir menyangka bahwa gadis ini adalah termasuk dalam salah satu anggota zombie. Tapi aroma tubuhnya berbeda. Aroma tubuhnya masih berupa daging segar. Beda dengan gua yang hambir berbau seperti bangkai. Dari helaan nafasnya yang lemah gua rasa gadis ini masih hidup dan gua juga bisa mendengar sayup- sayup detak jantungnya yang tidak gua miliki.
Gua hampiri gadis ini perlahan. Memberanikan diri untuk memegang lengan si gadis yang berpakain lusuh ini. sepertinya gadis ini sudah lama tidak mandi dan tidak makan. Gua mengerang pelan.
“ARRRR.....” maksud gua mungkin membangunkan gadis ini dengan lembut. Tapi begitu gadis ini terbangun, dari ekspresi dan tatapan matanya gua sadar bahwa gadis ini sangat takut dan sangat kaget.
“AAHHHHH... Zombie... jangan mendekat!!!” si gadis berteriak kaget. Gua baru sadar ada pistol di tangannya yang siap untuk ditembakkan ke batok kepala gua.
Gua jadi sedikit ngeri dan mencoba untuk bersikap baik. Gua melihat sesuatu yang berbeda dari si gadis. Sesuatu yang tidak gua miliki saat gua masih menjadi manusia. Gua masih kagum dengan semangat si gadis untuk tetap hidup dan tidak menyerah selama hampir 5 tahun. Dibanding gua, baru beberapa hari kota gua berubah jadi kota zombie, gua sudah putus asa dan merelakan diri gua untuk menjadi zombie juga.
Gua mendekati si gadis dengan perlahan sambil berkata.
“ARRRR.. ARRRR...” maksud gua mau berkata ‘tenang, jangan takut!’. Tapi ternyata si gadis tidak mengerti dan dengan menutup mata, si gadis melancarkan tembakannya yang pertama.
DOOORRRRR
Tembakan itu tepat ..... meleset dari kepala gua dan hanya menggores sedikit telinga kanan gua. gua berkata lagi dengan terbata.
“AAA... AAAARRRRR.... AAA...Aa RRR...” ‘jangan tembak, gua kagak bermaksud jahat’ begitu maksud gua tapi ya lagi- lagi si gadis tidak mengerti apa yang gua katakan. Tembakan kedua pun dilancarkan dan...
CLIK
CLIK
CLIK
Berkali- kali si gadis menekan picu tembakan dan tidak ada satupun peluru yang keluar. Gua selamat, ternyata pelurunya sudah habis dan peluru pertama yang tadi sempat menyerempet telinga gua adalah peluru terakhir yang dimiliki oleh si gadis.
“ARRR... ARRRR” kata gua kemuadian. Maksud gua.’tenang... tenang’. Tapi si gadis masih tidak mengerti maksud gua. kemudian gua pun mencoba untuk pertama kalinya setelah lima tahun. Gua mencoba untuk berbicara seperti manusia.
“Te........te... te.... na..... na.... na...ng” kata gua terbata.
Ini pengalaman pertama gua berbicara bahasa manusia yang sangat gua paksakan. Mungkin juga ada beberapa kosa kata yang gua lupa atau gua gak faham artinya.
“j j j jaa.....nga....n.... taaaa....... kuu...tt” kata gua lagi menenangkan si gadis.
Si gadis kumal ini hanya terdiam dengan tubuh masih gemetar ketakutan. Sekali gua melangkah gontai mendekati si gadis, saat itu juga si gadis langsung menjauh. Saat si gadis sedang berusaha untuk menjauh, disitulah si gadis mulai kehabisan tenaga dan terduduk lemas di lantai. Rupanya si gadis sudah sangat kelaparan dan tidak punya tenaga lagi untuk bergerak.
Untungnya kondisi gua masih dalam keadaan kenyang. Karena baru tadi malam gua berpesta pora bersama zombie lain setelah berhasil menggagalkan penyerangan dari para manusia di sisi tembok sebelah barat. Jadi gua tidak begitu bernafsu untuk memangsa si gadis. Dan entah kenapa juga rasanya gua kasihan dan kagum melihat si gadis. Rasa kemanusiaan eh salah, rasa kezombiean gua terguncang dan hendak menolong si gadis. Gua rasa gua adalah zombie paling aneh.
Melihat si gadis terkapar di lantai dengan kondisi yang sangat lemas tidak bertenaga. Gua segera pergi meninggalkan si gadis. Gadis ini menatap gua dengan aneh dan setelah itu matanya terpejam pelan. Sang gadis pun pingsan.
Gua keluar dari rumah itu dan segera berjalan gontai menuju ke arah kota. Gua rasa si gadis akan aman- aman saja berada disana. Karena jaraknya memang sangat jauh dari tempat para zombie yang lain mangkal. Bagi kami para zombie, kami hanya dapat mencium keberadaan manusia dari jarak 500 meter saja. Lebih dari itu, kami tidak bisa mencium apa- apa.
Mau kemana lu Zo. Begitu pikir gua saat itu. Gua melangkah gontai cukup jauh. Menyusuri perkotaan yang sepi dan masuk ke dalam sebuah super market. Menerobos pintu masuk dan mengambil keranjang besar yang biasanya dipakai pengunjung untuk mengumpulkan belanjaannya. Alhasil saat itu, gua sebagai zombie berbelanja di supermarket yang sepi itu. Gua mengambil apa saja yang menurut daya otak gua yang sudah lemah adalah makanan untuk manusia. Cukup lama berkeliling, mengambil beberapa kaleng makanan dan membuangnya kembali. Mengambil beberapa bungkus makanan dan sama saja membuangnya kembali. Dan satu jam berkeliling super market akhirnya keranjang yang gua bawa penuh dengan makanan dan minuman yang entah apa namanya.
Begitu gua keluar dari super market, ada zombie yang berpapasan dengan gua dan menatap gua dengan heran. Mungkin baru kali ini dia lihat ada zombie yang belanja.
Gua cuek aja dan berlalu dari si zombie. si zombie pun tanpa menaruh curiga berlalu begitu saja dengan langkah gontainya. Begitulah enaknya kehidupan zombie. kami para zombie tidak kepo. Dan kami tidak saling sikut serta tidak akan ikut campur urusan zombie lain. Kami para zombie tidak menganggu zombie lain. Kami tidak merebut hak milik zombie lain dengan paksa atau dengan tipu menipu. Beda dengan para manusia.
Gua terus melangkah gontai menyusuri jalan yang tadi gua lalui saat pergi. Tapi kali ini berbeda. Gua membawa sekeranjang makanan disangkil di pundak gua. rasanya dengan gaya jalan gontai gua dan dengan keranjang itu, gua seperti ibu- ibu genit yang baru pulang belanja.
Tak lama berlalu, akhirnya gua sampai di rumah yang tadi gua tinggalkan yang di dalamnya terdapat seorang gadis sedang tertidur pingsan. Gua masuk ke dalam rumah tanpa menerobos lagi dan masuk ke dalam sebuah kamar tempat si gadis. Gadis tadi sudah gua baringkan kembali di atas sebuah kasur. Terlihat wajahnya semakin pucat. Dan tubuhnya semakin lemas.
Gua sempet bingung juga apa yang harus gua lakukan. Dengan makanan yang gua bawa, masa gua juga harus menyuapi si gadis ini. bakal turun martabat gua sebagai zombie.
Akhirnya gua punya ide untuk membuat si gadis kaget setengah mati, tapi jangan sampai mati beneran. Gua dekatkan wajah seram gua di kepala si gadis dan gua mulai mengerang sekuat- kuatnya.
“AAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR”
“AAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRR”

Si gadis terbangun dari pingsannya dengan mata terbelalak kaget setengah mati. Dia berusaha mengepalkan tangan dan memukul dengan sisa- sisa tenaga yang dimilikinya namun tak terasa apa- apa bagi gua. Tenaga gadis ini sudah sangat lemah walaupun belum sampai keadaan sekarat.
“ARRRRR…. ARRRRRGGG”
‘jangan takut, saya bawa makanan’ maksud gua sih seperti itu, Cuma Karena si gadis enggak faham si gadis jadi semakin histeris ketakutan dan berusaha untuk kabur. Namun usahanya sia- sia Karena memang kondisi tubuhnya saat itu bisa dibilang sudah sampai pada batasnya.
Kali ini gua mencoba untuk kesekian kalinya menggunakan Bahasa manusia yang mungkin dapat dimengerti oleh si gadis.
“maa….. kan….. maaa…. Kanan… “ kata gua terbata dan kurang terdengar jelas.
Si gadis mungkin berfikir gua akan menjadikan dia makanan yang lezat untuk gua. Untuk menghindari anggapan seperti itu segera dengan langkah gontai gua ambil beberapa makanan dan gua leempar kea rah si gadis. Kemudian satu makanan gua sisahkan di tangan gua dan gua contohkan biar si gadis faham bahwa maksud gua adalah memberi makan si gadis.
Wajah lemas dan lesu si gadis terlihat heran. Rupanya dia mulai faham dengan apa yang gua maksud. Tapi gua enggak bisa menerka apa yang ada dalam pikiran si gadis. Mungkin si gadis menganggap gua Zombie gila. Karena bukannya menjadikan dia santapan tapi malah memberi makanan. Ya, mungkin si gadis benar. Gua mungkin satu- satunya zombie gila di kota ini. Kegilaan gua mungkin sebenarnya adalah sisa- sisa kewarasan gua sebagai bekas manusia. Kewarasan gua untuk menolong sesama manusia yang sedang dilanda kesusahan.
Masih terlihat heran dan bingung si gadis mulai membuka makanan yang gua lempar ke arahnya. Walaupun mungkin makanan itu sudah sampai pada batas tanggal kadaluarsanya namun si gadis memakan makanan itu dengan sangat lahap. Mungkin Karena rasa lapar sudah sangat menyiksa si gadis cantik yang aura kecantikannya tertutup usangnya rasa Lelah dan penatnya perjuangan mempertahankan hidup di kota penuh dengan zombie pemangsa manusia.
Ketika gadis itu mulai makan dengan lahap, gua mencoba meletakkan semua makanan dan minuman yang tadi gua bawa ke dekat si gadis agar si gadis dapat lebih leluasa memilih makanannya.
Gua duduk tidak jauh dari si gadis yang terus memperhatikan semua gerak- gerik gua dengan tatapan menyelidik dan penuh rasa heran.
Si gadis makan dengan lahapnya. Demi memperhatikan itu, gua merasa darah yang lama tidak mengalir di tubuh gua terasa sedikit hangat. Jantung yang sudah tidak berdetak rasanya mulai berkontraksi. Rasa kemanusiaan gua seakan timbul kembali. Sesaaat gua melongo dan hilang dari dunia. Pikiran gua yang belum pernah gua gunakan selama lima tahun melayang jauh entah kemana. Anehnya lagi, sesaat gua merasa saat itu gua sedang tertidur. Tidur pertama kali setelah lima tahun dalam perjalanan karir gua sebagai seonggok zombie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar