THE ZOMBIE’S STORY
Ada yang pernah lihat
film tentang zombie atau ya semacam orang mati yang masih terus berjalan kemana
saja tidak tau arah dan tujuan. Pasti gua yakin semua sudah pernah lihat film
seperti itu. Biasanya sih itu pasti film buatan Amerika dan lain semacamnya
garapan orang- orang hollywood sana. Mereka selalu menampilkan cerita tentang
zombie yang berasal dari orang- orang yang mati karena virus ganas, peristiwa
penyerangan zombie, zombie karena kutukan dan lain- lain. Anehnya, mereka
selalu menampilkan sesuatu yang buruk tentang zombie. Zombie selalu dimainkan
sebagai mayat yang jelek, berantakan, muka pucat, mata sayu, berjalan
sempoyongan dan yang paling buruk adalah punya selera makan yang menjijikkan
sekali. Ya, zombie memakan manusia dan yang paling disuka dari manusia adalah
bagian otaknya. Ketika para zombie ini kehabisan stok manusia disekitarnya,
maka mereka akan memakan teman sesama zombie yang lebih lemah.
Sebelum gua
melanjutkan cerita tentang zombie ini, gua harus memperkenalkan diri gua dulu
nih kayaknya. Nama gua Zo, Zo dari Zombie. gua mati sekitar lima tahun lalu
bersama orang- orang di kota gua. Waktu itu umur gua sekitar 25 tahun. Mungkin
ada semacam virus apa gituh ya yang tersebar di kota gua lalu dalam waktu satu
hari kota gua berubah jadi kota orang mati, kota zombie.
Semua keluarga dan
orang – orang terdekat gua mati dengan mengenaskan dan kemudian hidup lagi
sebagai zombie, termasuk gua. kalau gua coba ingat- ingat lagi kematian gua
sepertinya yang paling memalukan. Bisa dibilang gua orang terakhir yang selamat
dari kota gua. karena Cuma tinggal gua sendirian hidup diantara para zombie
kelaparan yang siap memangsa gua kapan saja dan dimana saja. Gua Cuma punya dua
pilihan, bertahan hidup mati- matian dari para zombie sampai mati beneran
seperti adegan film ‘I’am Legend’ yang diperankan oleh Will Smith yang pernah
gua tonton waktu gua masih jadi manusia, atau gua ikut trend mode masa kini,
gua ikut jadi zombie juga. Akhirnya gua mengambil keputusan daripada gua cape
bertahan hidup dan selalu dilanda ketakutan diincar oleh zombie- zombie
disekitar gua, mendingan gua jadi zombie juga. Gua pun mendatangi salah satu
zombie yang sedang berjalan gontai di gang sepi dan mendekatinya dengan
perlahan. Gua tangkap dan gua ikat zombie ini dengan tali dan gua kasih tangan
gua ke si zombie tawanan gua ini untuk digigit. Tentu saja si zombie ini sangat
bernafsu sekali melihat tangan gua dan segera menggigitnya sekuat tenaga. Tapi
begitu gigitan pertama terjadi gua langsung tarik tangan gua dari si zombie dan
tinggal menunggu reaksinya. Sakitnya terasa sampai ke tulang. Sakit satu kali
untuk ketentraman seumur zombie, itu yang ada dalam pikiran gua saat itu. Satu
jam kemudian, gua sah menjadi salah satu dari mereka. Gua sah jadi zombie.
Begitulah yang
terjadi, gua jadi zombie dan tidak perlu repot lagi untuk bersembunyi dari para
zombi lain. Gua pikir, gak ada jeleknya juga sih jadi zombie. Kami para zombie
adalah makhluk yang sangat penyabar. Berjalan santai setiap saat. Tidak pernah
marah walau terkadang kami saling bertabrakan saat berjalan. Yah... walaupun
ada jeleknya juga sih.
Saat pertama kali gua
berubah jadi zombie, gua langsung tidak bisa mengeluarkan kata- kata. Suara
yang bisa gua keluarkan saat itu Cuma erangan. ERRRRRR... ERRRRRRR... kayak
begitu lah kira- kira. Waktu masih hidup, gua sangat suka bernyanyi. Karaokean
bersama teman- teman gua. Sekarang yang bisa gua lakukan Cuma mengerang dan
mengerang tanpa nada.
Yups... kehidupan
baru gua dimulai sebagai zombie pendatang baru. Langkah awal yang gua lakukan
adalah berkeliling kota melihat keadaan sekitar, ya mungkin berkenalaan dengan
para zombie yang lain.
Baru kali ini gua
berjalan seharian dan tidak merasa haus atau lelah. Tapi gua sedikit kecewa
juga sih dihari pertama gua jadi zombie. Para zombie ini tidak bersahabat dan
tidak memiliki tata krama. Gua bertemu dengan gadis zombie kecil yang sedang
berjalan gontai membawa boneka usangnya. Kalau gua masih jadi manusia, mungkin
gua bakal ketakutan karena memang keadaan si gadis kecil ini sungguh
menyeramkan. Tapi untuk posisi gua yang sekarang sudah menjadi bagian dari
mereka, gua cukup santai berjalan gontai juga didepannya sambil menyapa kecil.
“EERRRR...
ERRRRR...?” kata gua begitu kira- kira yang maksudnya adalah ‘hai dek. Mau
kemana’.
Si gadis zombie kecil
ini menatap gua dengan tatapan matanya yang kosong kemudian berlalu begitu
saja. Gua pikir ini zombie kecil waktu masih hidupnya kurang bahagia, jadi
begitu sudah jadi zombie dia jadi zombie yang sinis abbbiiiisssss.
Gua berjalan lagi
masih dengan gontai menyusuri kota gua yang sudah mati ini. Gua liat diujung
jalan seorang ibu muda dengan pakaian berwarna merah jambu berjalan gontai.
Kalau tadi si bocah zombie mungkin tidak bersikap baik, gua rasa kalau zombie
yang cukup dewasa dapat bersikap lebih sopan dan bijaksana. Gua mencoba menyapa
si ibu zombie yang terlihat cantik ini.
“ERRRR.... ERRRR...
EERRRR...” kata gua begitu. Artinya ‘ibu cantik... apa kabar?’.
Zombie cantik ini
sesaat terlihat tersenyum sama gua. tapi kemudian tatapan matanya berubah
menjadi menyeramkan dan zombie cantik ini mengerang keras.
“EEEERRRRRRRRRRRRRRRRRR”
kata ibu zombie itu. Gua sih kaga tau artinya apa. Mungkin itu bahasa zombie
yang belum gua pelajari atau bahasa lain. Tapi yang pasti gua pahami adalah si
ibu zombie ini terlihat sangat marah. Mungkin dia merasa terganggu dengan
kehadiran gua atau dia pikir gua adalah zombie yang kepo. Mau tau aja urusan
orang... eh salah.. mau tau aja urusan zombie.
Setelah beberapa
zombie yang gua temui dan gua sapa melakukan hal yang kurang lebih sama,
memasang ekspresi muka marah dan garang, gua ambil keputusan bahwa semua zombie
seperti ini. Rasa kemanusiaannya sudah hilang. Gua jadi khawatir. Jangan-
jangan setelah beberapa hari atau beberapa minggu kemudian gua akan menjadi
seperti mereka. Oh.... tidak. Tapi ini jalan yang gua pilih. Jadi gua harus
tanggung resikonya.
Hari- hari pertama
gua jadi zombie gua lalui dengan penuh kegalauan. Ternyata bukan Cuma manusia
aja yang bisa galau, zombie baru seperti gua pun bisa galau juga. Kerjaan gua
setiap hari sebagai zombie pendatang baru Cuma duduk- duduk sendirian dipinggir
jalan. Kadang juga tiduran di tengah jalan, kadang gua berjalan gontai tanpa
tujuan seperti orang sedang stres mikirin hutang sementara zombie yang lain
melakukan aktifitas mereka sehari- hari. Ya... kagak jauh beda sih sama gua,
Cuma mereka terkesan lebih menjiwai peran mereka sebagai zombie. The real
zombie.
Gua kayaknya menyesal
sudah mengambil keputusan untuk menjadi bagian dari keluarga besar zombie. Coba
mungkin waktu itu gua gak kasih tangan gua untuk digigit oleh zombie yang gua
tangkap, mungkin sekarang ini gua sedang melakukan aksi- aksi heroik yang cukup
keren. Mungkin sekarang gua sedang mencari makan di super market yang sudah tidak
berpengunjung. Begitu gua serius mencari makanan tiba- tiba ada zombie datang
ingin memangsa gua. gua melakukan perlawanan dengan menembaki mereka dengan
pistol yang gua ambil dari penyimpanan kantor polisi terdekat. Gua tembak para
zombie itu tepat dikepalanya, tapi para zombie terus berdatangan dari berbagai
arah dan akhirnya gua mati juga.
Sama aja sih... gua gak cukup tangguh untuk
bertahan di tengah lingkungan zombie ini. sambil berjalan gontai gua berpikir
lagi, mungkin memang inilah yang harus gua jalani. Hidup sebagai manusia, Mati
sebagai zombie.
Kota gua yang
sekarang sudah 100% dihuni oleh para zombie ini menjadi kota yang tidak akan
pernah dikunjungi oleh mereka para manusia yang masih hidup di kota- kota lain.
Manusia yang masih hidup di kota lain membangun tembok yang sangat tinggi dan
besar serta dijaga sangat ketat oleh pasukan bersenjata agar tidak ada satupun
dari kami para zombie dapat masuk ke dalamnya. Sudah banyak korban dari para
zombie yang kelaparan dan nekat ingin menerobos tembok penghalang untuk mencari
makanan. Mereka semua akan berakhir sama, mati lagi dalam keadaan lebih
mengenaskan dengan kepala yang hancur berantakan.
Mau tidak mau,
walaupun banyak para pendahulu dari para zombie yang gagal masuk ke dalam kota
para manusia dan berakhir dengan tragis, setiap hari ada saja zombie yang sudah
tidak kuat untuk menahan rasa laparnya dan nekat mencoba menerobos tembok.
Setiap hari pemandangan ini bisa gua lihat dari kejauhan. Zombie- zombie
kelaparan yang pecah batok kepalanya dihantam peluru panas.
Terkadang para zombie
juga berlaku kreatif. Mereka mengadakan pertunjukan di depan tembok untuk
menarik perhatian manusia sehingga datang berduyun- duyun melihat mereka. Ada
kalanya mereka mempertunjukkan kreasi breakdance dengan musik punk rock. Ada
kalanya untuk para zombie wanita beraksi dengan pertunjukan jaipongan atau
organ tunggal. Dan mereka pun terkadang berhasil menarik mangsa manusia yang
penasaran.
Untuk zombie
pendatang baru seperti gua, rasa lapar adalah hal yang paling sulit untuk
ditahan. Gua juga pernah mencoba untuk menerobos tembok pembatas. Tapi baru
sekitar 5 langkah gontai gua berjalan mendekati tembok. Peluru panas berdesing
dan menembus dada kanan gua. untung yang menembak gua sepertinya bukan orang
yang jago tembak sehingga tembakannya meleset dari kepala. Mungkin kalau
tembakan itu tepat, maka gua akan mati untuk yang kedua kalinya.
Begitu tembakan
pertama bersarang di dada gua, gua yang bisa dibilang temasuk zombie pengecut
langsung mengundurkan diri dari area tembok pembatas. Gua pikir, masa baru
beberapa hari jadi zombie gua udah harus mati lagi. Gak lucu kan....
Empat hari jadi
zombie dan gua sudah harus menderita. Rasa lapar menyerang dengan begitu
dahsyat. Gua coba datang ke salah satu toko roti yang sepi. Gua lihat di lemari
kaca toko roti itu masih banyak roti yang terlihat sangat lezat. Setidaknya
waktu gua masih jadi manusia. Tapi saat itu, gua rasa roti yang lezat itu sudah
tidak memiliki daya tarik lagi buat gua. karena lapar yang sangat menyiksa, akhirnya
gua masuk juga ke dalam toko roti, gua lihat ada beberpa zombie juga disana
yang sedang duduk di kursi pengunjung. Dari pakaian para zombie ini rasanya
para zombie ini dulunya sewaktu masih jadi manusia adalah para penjaga toko,
bekas pengunjung dan tentunya juga yang punya toko.
Gua masuk dan menyapa
mereka.
“ARRRR... ERRRR...
AAAARRRRRR” kata gua begitulah kira- kira. Sambil menggoleng- golengkan kepala
gua yang agak sedikit tertunduk ke arah roti di lemari kaca. Artinya ‘selamat siang. Boleh minta roti
gak?’.
Para zombie penjaga
toko ini diam saja dan hanya berjalan gontai di dekat gua, mendekati gua dan
mengendus- endus gua. gua juga ikutan dengan naluri zombi, gua endus- endus
juga mereka satu persatu. Lalu salah satu zombie berkata pada gua.
“ERRR... ERRR...”
kata zombie itu yang artinya. ‘ambil aja kalau mau’. Haha... ngerti juga gua
apa yang mereka bilang. Gua mendekat ke lemari kaca yang berisi banyak roti
yang sudah basi mungkin. Kaca gua buka... eh bukan... manusiawi banget kalau
sampai gua buka lemari kaca. Maksud gua kaca itu gua pecahkan dengan hantaman
tangan zombie gua dan isinya gua ambil. Roti- roti itu kemudian gua makan satu
persatu. Setelah mungkin 15 roti gua habiskan dalam sekejap, tapi rasa lapar
masih belum juga hilang. Makanan manusia sudah tidak berpengaruh buat gua.
sepertinya gua juga harus makan ala zombie.
Para zombie penjaga
toko yang dari tadi melihat tingkah laku gua berjalan gontai mendekati gua dan
berkata.
“ERRR...ARRRR...EERRRR...”
begitulah katanya yang artinya. ‘bagaimana...? udah kenyang’. Gua Cuma bisa
menundukkan kepala dan membalas erangan penuh arti si zombie ini dengan
gelengan kepala. Kemudian gua keluar dari toko roti itu masih dengan rasa lapar
yang menyerang. Gua harus cari makanan ala zombie atau gua harus makan zombie
juga. Begitulah yang gua pikirkan saat itu.
............................................................................
Buat kami para
zombie, makan adalah hal yang paling sulit mungkin. Gua baru sadar setelah jadi
zombie bahwa menjadi salah satu bagian dari mereka adalah sebuah bencana.
Sungguh kasihan para zombie ini. kami tidak bisa makan makanan manusia lagi,
kami tidak bisa tidur, kami tidak bisa berpikir jernih dan kami juga tidak
punya teman. Hanya sendirian berjalan gontai kesana kemari. Kami tidak
melakukan kegiatan apapun selain berjalan gontai keliling kota untuk sekedar
mencari makanan. Mungkin saja ada manusia yang iseng mengunjungi kota kami dan
akan menjadi santapan kami.
Itulah setidaknya
yang kami harapkan. Biasanya sih ada saja manusia yang sok dengan dalil
membersihkan kota dari para zombie yang datang ke kota kami untuk membasmi kami
satu persatu. Manusia ini datang membentuk satuan dan membawa berbagai macam
senjata api. Mungkin ini terlihat seperti sebuah pembantaian untuk kami, tapi
inilah satu kesempatan besar bagi kami para zombie untuk mendapatkan makanan
lezat. Tubuh manusia yang masih segar.
Serangan pertama dari
para manusia ini datang dengan pasukan kecil berjumlah 20 orang bersenjata
lengkap. Gua yang waktu itu masih sebagai anggota zombie baru berada di barisan
belakang penyerangan. Begitu para manusia ini memasuki kota, kami para zombie
segera keluar dari tempat persembunyian kami dan menyerang para manusia ini
dengan tangan kosong. Suara tembakan berderu dimana- mana. Kami para zombie
kebal terhadap tembakan selama peluru panas itu tidak mengenai batok kepala
kami. Jadi kami tidak peduli dengan peluru panas yang berlalu lalang melewati
dan menembus dada, tangan, perut, bahkan kaki kami. Kami semua para zombie
lapar terus merangsek maju ke depan makanan segar yang kami dambakan. Ya...
akhirnya walaupun banyak korban yang kurang beruntung dari pihak kami yang
harus mati untuk kedua kalinya dengan kepala hancur, tapi kami berhasil
memenangkan pertarungan dan mendapat makanan lezat. The Human Body.
Itulah cerita singkat
tentang kehidupan baru gua sebagai zombie. yang awalnya gua jalani dengan
kegalauan dan penyesalan tapi sekarang setelah 5 tahun gua jadi zombie, gua
udah merasa jadi zombie sejati. inilah kisah yang harus gua jalani. Jadi zombie
sejati yang tidak cengeng dan tidak selalu mengeluh. Jadi zombie ya dijalani
aja kan. Apa susahnya.
..............................................................................
Hari ini seperti
biasa gua berjalan gontai mengelilingi kota. Mungkin sudah ribuan kali gua
melakukan kegiatan seperti ini setiap hari selama kurang lebih lima tahun
belakangan ini. di tengah jalan gua bertemu dengan si gadis kecil yang dulu
pernah gua temui sedang membawa boneka. Terlihat si gadis ini sudah semakin
pucat, bukan Cuma wajahnya, boneka yang selalu dibawanya pun rasanya sudah
sangat usang bercampur noda darah yang sudah menghitam.
Gua mencoba untuk
menyapa si gadis zombie kecil ini.
“ERRRRR.... ERRR...”
kata gua yang artinya ‘apa kabar hari ini de?’.
Si gadis kecil diam
sejenak mengeram kecil dan tidak disangka mulai menjawab.
“ARRR.... ARRR...”
begitu kata si gadis zombi ini artinya “baik- baik aja om seperti biasa’.
Ah... senang banget
gua akhirnya ada juga orang eh maaf ada juga zombie yang mau diajak bicara
walaupun Cuma ERRRRR... ERRRR doank.
Karena si gadis kecil
ini mulai mau menjawab sapaan gua. akhirnya gua lanjutin lagi berbincang
bincang dengan si gadis zombie.
“ERRRR.....ERRRRRR....”
artinya ‘mau kemana dek?”
“ARRRR....ARRRR....
ARRRR” si gadis zombi menjawab lagi. Artinya ‘jalan- jalan aja om dari pada
bengong kayak mereka’. Si gadis zombi kecil ini mengerang sambil menunjuk
barisan zombie yang sedang melongo, bengong tanpa ekspresi di pinggiran jalan
kota.
“AAARRRR...
ERRRRRR...” gua bertanya lagi sama si gadis zombie. artinya ‘mau om temenin gak
jalan- jalannya?’.
“ERRR...” jawab si
gadis singkat. Yang artinya ‘boleh om’. Si gadis segera berjalan gontai. Gua
menyusul di samping si gadis juga dengan gontai. Sesekali gua mengeluarkan
sedikit erangan – erangan kecil untuk menarik si gadis memulai pembicaraan.
Tapi si zombie kecil ini Cuma diam saja dengan mata yang kosong. Kami berdua
saat itu seperti sepasang saudara adik dan kakak zombie. mungkin ini pertama
kalinya kami sesama zombie saling berinteraksi dan berjalan beriringan. Zombie
lain yang sedang melongo di pinggiran jalan pun terlihat heran dengan kami yang
berjalan bergandengan tangan di siang yang cerah itu.
Sampai di depan
sebuah komplek perumahan di rumah nomor 32 si gadis zombie ini berhenti dan
berkata sambil menunjuk ke arah rumah.
“EEERRRRRR....
EERRRRRRR...” kata si zombie kecil. Artinya ‘ ini rumah saya om’. Kemudian
zombie kecil ini berjalan di pekarangan rumah, menabrak tempat sampah dan
mendobrak pintu rumah. Gua Cuma ngikutin si gadis di belakang sambil mengamati
gerak- gerik si gadis. Dalam pikiran gua berkata. Si gadis zombie kecil ini
pasti jadi zombie dengan mengenaskan dan penuh rasa takut. Sehingga tatapan
matanya dan sikapnya sebagai zombie kecil yang dibilang cukup manis ini
terlihat sangat sinis dan kejam.
Gua dan si gadis
memasuki rumah dan gua melihat pemandangan yang sangat menyeramkan. Itu kalau
menurut pandangan manusia. Tapi kalau menurut pandangan zombie. pemandangan
seperti ini adalah pemandangan yang sangat wajar. Yang gua lihat saat itu
adalah tumpukan mayat yang sudah membusuk yang dagingnya sudah digerogoti sampe
hampir habis. Gua mendekati tumpukan mayat itu dan bertanya pada si gadis
zombie.
“EERRRRR....
EEERRRR....” artinya ‘mayat siapa ini?’.
“AAARRRGGGG....
EERRRR...” si gadis zombie menjawab artinya ‘mayat keluarga saya om’.
“EERRRRR.... ARRRR...
ARRRR.... AARRR” kata si gadis lagi. Artinya ‘mereka dimakan sampai habis om
sama zombie yang lain’.
Sungguh kasihan sekali
zombie kecil ini. sudah jadi zombie, juga harus hidup sebagai zombie sebatang
kara. Malang sekali nasibmu zombie kecil.
Gua pergi
meninggalkan zombie kecil itu yang sudah pulang ke rumahnya. Gua berjalan-
jalan disekitar area perumahan itu. Rasanya sepi dan damai sekali. Tidak ada
seorangpun disana dan bahkan tidak ada zombie sama sekali. Area ini sudah
sangat sepi. Manusia sudah tidak ada lagi dan para zombie lebih memilih untuk
menetap dan tinggal di pinggiran tembok pembatas untuk menunggu mangsa manusia
yang sering datang untuk sekedar melakukan penelitian atau penyerangan.
Gua berjalan gontai
menelusuri area perumahan. Ternyata masih banyak sisa- sisa bangkai manusia
disini yang sudah membusuk, bahkan ada yang hanya tersisa tinggal tulang.
Berjalan- jalan di area perumahan yang dahulu merupakan perumahan modern dan
mahal ini adalah merupakan pengalaman yang mengasikkan. Sekali- kali sebagai
zombie juga harus cuci mata.
Ketika sedang
berjalan gontai sambil mengerang- erang kecil. Maksud gua sih bernyanyi. Tapi
karena bernyanyi merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan bagi
zombie- zombie seperti kami, maka hasilnya yang keluar dari mulut gua adalah
hanya sebuah erangan.
“arrrrr....
ararrrrrr.... arrrrrrr... aarrgggggg....” maksud gua sih mau bernyanyi ‘hari-
hari ku lewati. Hanya sendiri tanpa kekasih...’. Tapi karena gua seorang
zombie. ya begitulah hasilnya.
Ketika sedang
berjalan gontai dan santai sambil bernyanyi- nyanyi. Tiba- tiba langkah gontai
gua terhenti. Hidung zombie gua mencium bau yang tidak asing. Bau makanan yang
sangat lezat. Bau manusia. Bagaimana mungkin masih ada manusia di sekitar sini.
Naluri zombie gua pun mencoba untuk menyelidiki dari mana asalnya bau manusia
ini.
Gua menelusuri lorong
kecil di pinggiran area perumahan. Bau manusia semakin kuat tercium. Bau daging
segar dan harum. Sepertinya jika memang ada manusia sungguhan maka bau ini
adalah bau daging seorang gadis.
“ARRRRR.... ARRRR...”
gua mengeram dan segera mempercepat langkah gontai gua begitu bau ini tercium
semakin kuat.
Akhirnya gua sampai
di depan sebuah rumah yang terlihat sangat usang. Rumah yang terlihat
dibentengi oleh deretan mobil bekas dan rantai serta potongan- potongan besi.
Dari suasana rumah sepertinya memang rumah ini dihuni oleh seseorang. Seorang
manusia.
Bisa dibilang cukup
hebat bagi seorang manusia dapat bertahan di kota zombie selama lima tahun
lebih. Apalagi kalau sampai penciuman gua benar dan ternyata manusia ini adalah
seorang wanita. Mungkin ini seorang wanita perkasa. Dan kalau sampai itu benar-
benar terjadi, maka gua akan sangat menyesal sekali waktu lima tahun lalu gua
memutuskan untuk menjadi bagian dari keluarga zombie. Kalau saat ini gua masih
seorang manusia dan menemukan teman sesama manusia di kota ini. pasti gua
sangat senang sekali. Gua bisa berubah jadi sosok pahlawan
yang mencoba menyelamatkan si gadis dan akhirnya si gadis akan jatuh cinta sama
gua seperti di film- film.
Gua mengawasi rumah
itu dengan teliti. Mencari jalan masuk yang mungkin gua temukan untuk sekedar mencari
tau kondisi di dalam rumah. Setelah berkeliling di luar rumah itu akhirnya gua
menemukan jalan masuk yang bisa gua terobos. Di samping rumah ada pintu masuk
yang dibatasi oleh senk tipis. Bisa dengan mudah gua terobos dengan kekuatan
zombie gua.
GUBRAAKKKKKKKKKKKKKKKKKK
Pintu senk itu hancur
berantakan. Gua masuk dengan langkah gontai dan wajah beringas. Sesekali gua mengerang
dengan halus. Zo, apa yang kamu lakukan disini. Begitu pikir gua. gua pikir
mungkin penciuman gua salah. Mana
mungkin ada manusia di tempat seperti ini. tapi begitu gua masuk ke dalam rumah
dan menelusuri asal dari bau yang gua cium dari luar. Akhirnya gua menemukan
seorang gadis yang sedang terbaring di atas kasur. Muka pucat hampir seperti
mayat, mata sayu, tubuhnya lemas. Gua hampir menyangka bahwa gadis ini adalah
termasuk dalam salah satu anggota zombie. Tapi aroma tubuhnya berbeda. Aroma
tubuhnya masih berupa daging segar. Beda dengan gua yang hambir berbau seperti
bangkai. Dari helaan nafasnya yang lemah gua rasa gadis ini masih hidup dan gua
juga bisa mendengar sayup- sayup detak jantungnya yang tidak gua miliki.
Gua hampiri gadis ini
perlahan. Memberanikan diri untuk memegang lengan si gadis yang berpakain lusuh
ini. sepertinya gadis ini sudah lama tidak mandi dan tidak makan. Gua mengerang
pelan.
“ARRRR.....” maksud
gua mungkin membangunkan gadis ini dengan lembut. Tapi begitu gadis ini
terbangun, dari ekspresi dan tatapan matanya gua sadar bahwa gadis ini sangat
takut dan sangat kaget.
“AAHHHHH... Zombie...
jangan mendekat!!!” si gadis berteriak kaget. Gua baru sadar ada pistol di
tangannya yang siap untuk ditembakkan ke batok kepala gua.
Gua jadi sedikit
ngeri dan mencoba untuk bersikap baik. Gua melihat sesuatu yang berbeda dari si
gadis. Sesuatu yang tidak gua miliki saat gua masih menjadi manusia. Gua masih
kagum dengan semangat si gadis untuk tetap hidup dan tidak menyerah selama
hampir 5 tahun. Dibanding gua, baru beberapa hari kota gua berubah jadi kota
zombie, gua sudah putus asa dan merelakan diri gua untuk menjadi zombie juga.
Gua mendekati si
gadis dengan perlahan sambil berkata.
“ARRRR.. ARRRR...”
maksud gua mau berkata ‘tenang, jangan takut!’. Tapi ternyata si gadis tidak
mengerti dan dengan menutup mata, si gadis melancarkan tembakannya yang
pertama.
DOOORRRRR
Tembakan itu tepat
..... meleset dari kepala gua dan hanya menggores sedikit telinga kanan gua.
gua berkata lagi dengan terbata.
“AAA... AAAARRRRR....
AAA...Aa RRR...” ‘jangan tembak, gua kagak bermaksud jahat’ begitu maksud gua
tapi ya lagi- lagi si gadis tidak mengerti apa yang gua katakan. Tembakan kedua
pun dilancarkan dan...
CLIK
CLIK
CLIK
Berkali- kali si
gadis menekan picu tembakan dan tidak ada satupun peluru yang keluar. Gua
selamat, ternyata pelurunya sudah habis dan peluru pertama yang tadi sempat
menyerempet telinga gua adalah peluru terakhir yang dimiliki oleh si gadis.
“ARRR... ARRRR” kata
gua kemuadian. Maksud gua.’tenang... tenang’. Tapi si gadis masih tidak
mengerti maksud gua. kemudian gua pun mencoba untuk pertama kalinya setelah
lima tahun. Gua mencoba untuk berbicara seperti manusia.
“Te........te...
te.... na..... na.... na...ng” kata gua terbata.
Ini pengalaman
pertama gua berbicara bahasa manusia yang sangat gua paksakan. Mungkin juga ada
beberapa kosa kata yang gua lupa atau gua gak faham artinya.
“j j j
jaa.....nga....n.... taaaa....... kuu...tt” kata gua lagi menenangkan si gadis.
Si gadis kumal ini
hanya terdiam dengan tubuh masih gemetar ketakutan. Sekali gua melangkah gontai
mendekati si gadis, saat itu juga si gadis langsung menjauh. Saat si gadis
sedang berusaha untuk menjauh, disitulah si gadis mulai kehabisan tenaga dan
terduduk lemas di lantai. Rupanya si gadis sudah sangat kelaparan dan tidak
punya tenaga lagi untuk bergerak.
Untungnya kondisi gua
masih dalam keadaan kenyang. Karena baru tadi malam gua berpesta pora bersama
zombie lain setelah berhasil menggagalkan penyerangan dari para manusia di sisi
tembok sebelah barat. Jadi gua tidak begitu bernafsu untuk memangsa si gadis.
Dan entah kenapa juga rasanya gua kasihan dan kagum melihat si gadis. Rasa
kemanusiaan eh salah, rasa kezombiean gua terguncang dan hendak menolong si
gadis. Gua rasa gua adalah zombie paling aneh.
Melihat si gadis
terkapar di lantai dengan kondisi yang sangat lemas tidak bertenaga. Gua segera
pergi meninggalkan si gadis. Gadis ini menatap gua dengan aneh dan setelah itu
matanya terpejam pelan. Sang gadis pun pingsan.
Gua keluar dari rumah
itu dan segera berjalan gontai menuju ke arah kota. Gua rasa si gadis akan
aman- aman saja berada disana. Karena jaraknya memang sangat jauh dari tempat
para zombie yang lain mangkal. Bagi kami para zombie, kami hanya dapat mencium
keberadaan manusia dari jarak 500 meter saja. Lebih dari itu, kami tidak bisa
mencium apa- apa.
Mau kemana lu Zo.
Begitu pikir gua saat itu. Gua melangkah gontai cukup jauh. Menyusuri perkotaan
yang sepi dan masuk ke dalam sebuah super market. Menerobos pintu masuk dan
mengambil keranjang besar yang biasanya dipakai pengunjung untuk mengumpulkan
belanjaannya. Alhasil saat itu, gua sebagai zombie berbelanja di supermarket
yang sepi itu. Gua mengambil apa saja yang menurut daya otak gua yang sudah
lemah adalah makanan untuk manusia. Cukup lama berkeliling, mengambil beberapa
kaleng makanan dan membuangnya kembali. Mengambil beberapa bungkus makanan dan
sama saja membuangnya kembali. Dan satu jam berkeliling super market akhirnya
keranjang yang gua bawa penuh dengan makanan dan minuman yang entah apa
namanya.
Begitu gua keluar
dari super market, ada zombie yang berpapasan dengan gua dan menatap gua dengan
heran. Mungkin baru kali ini dia lihat ada zombie yang belanja.
Gua cuek aja dan
berlalu dari si zombie. si zombie pun tanpa menaruh curiga berlalu begitu saja
dengan langkah gontainya. Begitulah enaknya kehidupan zombie. kami para zombie
tidak kepo. Dan kami tidak saling sikut serta tidak akan ikut campur urusan
zombie lain. Kami para zombie tidak menganggu zombie lain. Kami tidak merebut
hak milik zombie lain dengan paksa atau dengan tipu menipu. Beda dengan para
manusia.
Gua terus melangkah
gontai menyusuri jalan yang tadi gua lalui saat pergi. Tapi kali ini berbeda.
Gua membawa sekeranjang makanan disangkil di pundak gua. rasanya dengan gaya
jalan gontai gua dan dengan keranjang itu, gua seperti ibu- ibu genit yang baru
pulang belanja.
Tak lama berlalu,
akhirnya gua sampai di rumah yang tadi gua tinggalkan yang di dalamnya terdapat
seorang gadis sedang tertidur pingsan. Gua masuk ke dalam rumah tanpa menerobos
lagi dan masuk ke dalam sebuah kamar tempat si gadis. Gadis tadi sudah gua
baringkan kembali di atas sebuah kasur. Terlihat wajahnya semakin pucat. Dan
tubuhnya semakin lemas.
Gua sempet bingung
juga apa yang harus gua lakukan. Dengan makanan yang gua bawa, masa gua juga
harus menyuapi si gadis ini. bakal turun martabat gua sebagai zombie.
Akhirnya gua punya
ide untuk membuat si gadis kaget setengah mati, tapi jangan sampai mati
beneran. Gua dekatkan wajah seram gua di kepala si gadis dan gua mulai mengerang sekuat- kuatnya.
“AAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR”
“AAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRR”
Si
gadis terbangun dari pingsannya dengan mata terbelalak kaget setengah mati. Dia
berusaha mengepalkan tangan dan memukul dengan sisa- sisa tenaga yang
dimilikinya namun tak terasa apa- apa bagi gua. Tenaga gadis ini sudah sangat
lemah walaupun belum sampai keadaan sekarat.
“ARRRRR….
ARRRRRGGG”
‘jangan
takut, saya bawa makanan’ maksud gua sih seperti itu, Cuma Karena si gadis
enggak faham si gadis jadi semakin histeris ketakutan dan berusaha untuk kabur.
Namun usahanya sia- sia Karena memang kondisi tubuhnya saat itu bisa dibilang
sudah sampai pada batasnya.
Kali
ini gua mencoba untuk kesekian kalinya menggunakan Bahasa manusia yang mungkin
dapat dimengerti oleh si gadis.
“maa…..
kan….. maaa…. Kanan… “ kata gua terbata dan kurang terdengar jelas.
Si
gadis mungkin berfikir gua akan menjadikan dia makanan yang lezat untuk gua.
Untuk menghindari anggapan seperti itu segera dengan langkah gontai gua ambil
beberapa makanan dan gua leempar kea rah si gadis. Kemudian satu makanan gua
sisahkan di tangan gua dan gua contohkan biar si gadis faham bahwa maksud gua
adalah memberi makan si gadis.
Wajah
lemas dan lesu si gadis terlihat heran. Rupanya dia mulai faham dengan apa yang
gua maksud. Tapi gua enggak bisa menerka apa yang ada dalam pikiran si gadis.
Mungkin si gadis menganggap gua Zombie gila. Karena bukannya menjadikan dia
santapan tapi malah memberi makanan. Ya, mungkin si gadis benar. Gua mungkin
satu- satunya zombie gila di kota ini. Kegilaan gua mungkin sebenarnya adalah
sisa- sisa kewarasan gua sebagai bekas manusia. Kewarasan gua untuk menolong
sesama manusia yang sedang dilanda kesusahan.
Masih
terlihat heran dan bingung si gadis mulai membuka makanan yang gua lempar ke
arahnya. Walaupun mungkin makanan itu sudah sampai pada batas tanggal
kadaluarsanya namun si gadis memakan makanan itu dengan sangat lahap. Mungkin
Karena rasa lapar sudah sangat menyiksa si gadis cantik yang aura kecantikannya
tertutup usangnya rasa Lelah dan penatnya perjuangan mempertahankan hidup di
kota penuh dengan zombie pemangsa manusia.
Ketika
gadis itu mulai makan dengan lahap, gua mencoba meletakkan semua makanan dan
minuman yang tadi gua bawa ke dekat si gadis agar si gadis dapat lebih leluasa
memilih makanannya.
Gua
duduk tidak jauh dari si gadis yang terus memperhatikan semua gerak- gerik gua
dengan tatapan menyelidik dan penuh rasa heran.
Si gadis makan dengan lahapnya. Demi
memperhatikan itu, gua merasa darah yang lama tidak mengalir di tubuh gua
terasa sedikit hangat. Jantung yang sudah tidak berdetak rasanya mulai
berkontraksi. Rasa kemanusiaan gua seakan timbul kembali. Sesaaat gua melongo
dan hilang dari dunia. Pikiran gua yang belum pernah gua gunakan selama lima
tahun melayang jauh entah kemana. Anehnya lagi, sesaat gua merasa saat itu gua
sedang tertidur. Tidur pertama kali setelah lima tahun dalam perjalanan karir
gua sebagai seonggok zombie.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar